TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, pemerintah terpaksa ikut menyubsidi bahan bakar minyak (BBM) jenis pertamax sepanjang tahun ini. Padahal BBM jenis pertamax milik PT Pertamina (Persero) bukan jenis BBM bersubsidi.
Sri Mulyani mengatakan, subsidi diberikan karena tekanan harga minyak dunia yang terus melambung tinggi diluar proyeksi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) pada 2022 maupun proyeksi dari Energy Information Administration (EIA) serta konsensus pasar.
“Jadi bahkan pertamax sekalipun yang dikonsumsi oleh mobil-mobil biasanya bagus berarti pemiliknya mampu, itu setiap liternya dapat subsidi,” kata dia saat konferensi pers, Jumat, 26 Agustus 2022.
Berdasarkan APBN yang telah ditetapkan dalam Perpres 98 Tahun 2022 dia mengatakan, proyeksi harga minyak mentah Indonesia atau ICP hanya US$ 100 per barel, dan proyeksi EIA US$ 104,8 per barel serta proyeksi konsensus US$ 105 per barel. Padahal realisasi harga minyak mentah dunia brent, kata diam sudah di level US$ 108,9 pada Juli 2022 sedangkan ICP US$ 106,7 per barel.
Dengan kondisi ini, maka kata dia, harga keekonomian pertamax atau harga di pasar seharusnya sebesar Rp 17.300 per liter, sedangkan berdasarkan harga jual eceran yang digunakan Pertamina hanya sebesar Rp 12.500 per liter. Artinya selisih harga ini ditanggung pemerintah untuk mencegah tekanan harga di masyarakat sebesar Rp 4.800 per liter.
“Jadi itu setiap liternya dapat subsidi Rp 4.800,” kata Sri Mulyani.
Sedangkan selisih harga BBM bersubsidi ditanggung pemerintah lebih besar lagi. Untuk pertalite misalnya, dia mencontohkan harga yang dijual Pertamina hanya Rp 7.650 per liter sedangkan harga pasar Rp 14.450 per liter. Artinya subsidi yang terkucur Rp 6.800 per liter.
Menkeu Bocorkan Tiap Subsidi Harga BBM Pertamina
“Artinya harga pertalite sekarang ini 53 persen rakyat yang mengonsumsi dan gunakan pertalite setiap liter dapat subsidi Rp 6.800 setiap liter yang dibeli,” ujar dia.