Sat. Dec 7th, 2024

IHRAM.CO.ID, Oleh: Dadang Kahmad

Suatu hari, Rasulullah SAW kedatangan tamu tetapi tak ada persediaan makanan di rumahnya. Lalu, beliau berujar kepada para sahabatnya, “Siapakah yang akan menjamu orang ini?”

Seorang sahabatnya dari kalangan Anshar menyanggupinya. Lalu, ia berpamitan kepada Nabi SAW sembari mengajak tamu Rasulullah tersebut ke rumahnya. Setibanya di rumah, dia berkata kepada istrinya, “Wahai istriku, muliakanlah tamu Rasulullah ini.” 

“Tidak ada makanan, wahai suamiku, kecuali satu piring untuk makan anak kita,” jawab istrinya. “Kalau begitu tidurkanlah anak kita, lalu berikanlah makanan itu kepada tamu Rasulullah,” ucapnya.

Anaknya pun ditidurkan. Lalu istrinya membawa tiga piring ke meja di dapur seolah ada makanan di rumah itu. Satu piring diisi penuh dengan makanan. Untuk menutupi ketiadaan makanan, sang suami lalu mematikan lampu dan pura-pura ikut makan dengan piring kosong. Setelah beres makan, mereka berdua pergi tidur dengan perut lapar, sementara sang tamu tertidur pulas dengan perut kenyang.  

Keesokan harinya, sahabat itu bertemu dengan Rasulullah SAW. Lalu, Nabi SAW menepuk pundak sahabatnya itu sambil tersenyum dan berkata, “Malam tadi Allah tertawa… Dia takjub dengan apa yang kalian lakukan.” Kemudian, turunlah ayat Alquran, “Dan mereka mengutamakan orang lain daripada dirinya sendiri walau mereka juga memerlukan.” (QS al-Hasyr: 9).

Kisah di atas, dalam perspektif sosiologis, merupakan sebuah tindakan kemanusiaan yang sedemikian luhung dan agung. Secara filosofis, tindakan tersebut disebut dengan altruisme, yakni mementingkan keperluan orang lain ketimbang keperluan diri sendiri.

Akhlak kepedulian sosial telah terpateri dalam jiwa sahabat Rasulullah karena mereka meneladani bagaimana perilaku Rasulullah dalam memperlakukan orang di sekitarnya. Karena itu, ketika kita hidup di dunia ini, tak bisa melepaskan diri dari interaksi dengan sesama.

Kita tidak bisa hidup sendirian. Sebab, secara sosiologis, kita membutuhkan kehadiran orang lain untuk bahu-membahu saling membantu dan menolong. Kita selalu memerlukan hadirnya orang lain karena itu dengan bergaul secara baik, tentunya merupakan keutamaan akhlak kita di hadapan Allah.

Allah SWT berfirman, “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan maka balaslah penghormatan itu dengan lebih baik.” (QS an-Nisa [4]: 86). Ayat di atas setidaknya memberikan gambaran komplet tentang bagaimana seharusnya kita berhubungan secara baik di lingkungan sosial. Karena, dengan menciptakan hubungan yang baik dengan tetangga, kerabat, kawan dekat, dan keluarga akan menciptakan rasa kasih sayang di antara umat manusia. Dengan tumbuhnya kasih sayang antara umat Islam, tentunya akan melahirkan perilaku saling menghormati, bukan perilaku saling membenci dan menjelek-jelekkan. 

Menciptakan hubungan baik di muka bumi sebuah kemestian. Dengan hubungan baik inilah, persatuan dan kesatuan antara umat Islam akan berdiri kokoh. Karena itu, Islam menganjurkan umatnya untuk selalu mengucapkan sapaan, “Assalamu’alaikum” ketika berpapasan dengan sesama Muslim. Bahkan, menjawab salam dari orang lain menurut pendapat beberapa ulama dikategorikan sebagai sebuah kewajiban. Di dalam Islam, orang yang pertama kali mengucapkan salam akan diutamakan oleh Allah di akhirat nanti.

Rasulullah SAW pun selalu mengawali mengucapkan salam ketika berpapasan dengan siapa saja dari sahabatnya, baik ibu-ibu, nenek, kakek, anak-anak, sahabat, dan umat Islam lainnya. Ini beliau lakukan karena menciptakan hubungan baik dengan orang lain merupakan salah satu akhlak yang mulia. Wallahu a’lam. 

sumber : Republika

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *