Tue. Oct 15th, 2024

TEMPO.CO, Jakarta – Sejumlah pakar dan pengamat menilai masih ada permasalahan dalam perumusan RUU Perlindungan Data Pribadi. Permasalahan tersebut dikhawatirkan justru menambah masalah tentang pengaturan data pribadi di Indonesia, ketimbang menyelesaikannya.

Public Virtue dalam kajiannya menyatakan RUU PDP seharusnya menjadi angin segar bagi perlindungan data warga. Namun, lembaga advokasi dan kajian demokrasi itu melihat RUU PDP turut menyelipkan bentuk pengawasan dan kontrol negara atas warga dengan dalih perlindungan.

Pakar siber keamanan Teguh Aprianto membandingkan RUU PDP dengan General Data Protection and Regulation (GDPR) milik Uni Eropa. Dia menemukan adanya ketentuan-ketentuan perlindungan data pribadi yang belum optimal bila dibandingkan dengan GDPR. “RUU PDP perlu memuat demarkasi antara data umum dan data khusus,” ucap Teguh seperti dikutip dari keterangan tertulis Public Virtue, Selasa, 30 Agustus 2022.

Teguh mengatakan pemerintah dan DPR perlu membentuk lembaga pengawas data pribadi yang independen. Lembaga ini, kata dia, harus bisa menjamin bahwa data pribadi masyarakat tidak digunakan secara politis oleh aparatur pemerintah. “Bukan di bawah naungan Kominfo seperti yang telah diusulkan,” kata Teguh.

Masih Stagnan

Direktur Lembaga Bantuan Hukum Jakarta Arif Maulana menjelaskan pengaturan perlindungan data pribadi selama ini masih stagnan dan cenderung asal-asalan. Tidak adanya aturan tentang data pribadi, kata dia, sering merugikan masyarakat lewat kasus doxing, peretasan dan pelanggaran hak pribadi.

Dia mengatakan kondisi tersebut mengancam kehidupan jurnalis, aktivis, hingga mahasiswa yang kritis kepada Pemerintah. “Maka itu, pembahasan RUU PDP harus transparan dan melibatkan deliberasi publik, sehingga publik dapat mengetahui substansi secara material,” kata dia.

Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti meminta masyarakat ikut mengawal pembahasan rancangan aturan PDP ini. Menurut dia, RUU PDP harus berpegang pada nilai HAM, pembatasan kewenangan, akuntabilitas, dan transparansi publik. “Masyarakat perlu mengawal proses pembentukan RUU PDP agar tidak terjadi penyempitan ruang publik,” tutur dia.

Dia juga berharap agar Lembaga Pengawas Data Pribadi tidak menjadi perpanjangan tangan penguasa untuk intervensi ruang digital yang berlebihan dan tidak akuntabel.

Pemerintah dan DPR telah membahas rancangan RUU PDP sejak 2020. Teranyar, DPR berencana akan mensahkan RUU tersebut menjadi UU pada September 2022.

“Ya ini nanti Insya Allah masa sidang ini selesai, masa sidang ini tuh kita punya waktu sampai September, jadi Agustus-September ini selesai. Selesai diundangkan Insya Allah,” ujar Ketua Komisi I DPR, Meutya Hafid di Pullman Hotel, Jakarta Pusat, Jumat, 19 Agustus 2022.

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *