Jakarta, CNBC Indonesia – Resiko resesi semakin menggerogoti banyak negara, salah satunya Inggris. Kini penjualan ritel di salah satu negara Eropa itu anjlok akibat melonjaknya biaya hidup yang menekan pengeluaran rumah tangga.
Data Kantor Statistik Nasional (ONS) mencatat volume penjualan ritel turun 1,6% secara bulanan pada Agustus, penurunan terbesar sejak Desember 2021. Data juga menunjukkan mata uang pound turun lebih jauh menuju US$1,14.
Ini menjadi penurunan terburuk dari semua perkiraan dalam jajak pendapat Reuters terhadap para ekonom yang menunjukkan penurunan 0,5%.
ONS juga mencatat semua sektor ritel utama, dari toko makanan, toko non-makanan, ritel non-toko dan bahan bakar, turun selama sebulan untuk pertama kalinya sejak Juli 2021. Ini turun ketika pembatasan Covid-19 pada perhotelan dicabut.
“Dengan datangnya musim dingin yang sulit, pengecer akan khawatir bahwa pembeli telah mengekang pengeluaran mereka meskipun musim panas,” kata Lynda Petherick, pemimpin ritel di Accenture, dikutip dari Reuters, Jumat (16/9/2022).
Masa berkabung setelah kematian Ratu Elizabeth II juga menimbulkan tantangan lain bagi industri retail, dimana adanya penutupan bisnis yang meluas pada Senin untuk menandai pemakaman ratu.
“Suasana suram di Inggris minggu ini dan berita pertumbuhan ekonomi yang lambat akan menambah rasa khawatir di kalangan pengecer karena cuaca semakin dingin,” kata Petherick.
Meskipun inflasi turun di bawah 10% bulan lalu, rumah tangga di Inggris masih bergulat dengan kenaikan harga terbesar sejak awal 1980-an, di mana sebagian besar disebabkan oleh lonjakan harga energi setelah invasi Rusia ke Ukraina.
ONS mengatakan orang-orang mengurangi pembelian furnitur sejak bulan lalu. “Umpan balik dari pengecer menunjukkan bahwa konsumen mengurangi pengeluaran karena kenaikan harga dan masalah keterjangkauan,” katanya.
Artikel Selanjutnya
RI Jadi Juru Selamat “Kiamat” Ini di Malaysia, Nih Buktinya
(tfa)