TEMPO.CO, Jakarta – Tragedi Semanggi II, menjadi momen Yap Yun Hap, 22 tahun, mahasiswa semester tujuh Jurusan Elektro, Fakultas Teknik Universitas Indonesia atau FTUI angkatan 1996, yang meninggal tepat hari ini, 24 September 1999.
Kala itu, ia mengalami bentrokan dalam aksi demonstrasi menentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Keadaan Bahaya (PKB) yang dibahas pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR.
Diduga ia tertembak peluru aparat yang sedang mengamankan aksi mahasiswa. Dalam laporan Tempo, penembakan itu terjadi sekitar pukul 20.45, yang diperkuat oleh sejumlah saksi mata ketika kejadian itu sedang terjadi.
Diketahui malam itu sekitar 300 mahasiswa sedang berkumpul dengan warga masyarakat di sekitar Universitas Atmajaya, Jakarta, menyusul bentrok antara mahasiswa dan aparat. Saat itu, ia dan beberapa temannya tengah berkumpul untuk bersiap kembali ke Kampus UI, Depok, Jawa Barat.
Tiba-tiba dari arah fly over Casablanca, delapan truk berisi aparat keamanan datang menderu daerah tersebut. Massa pun lalu panik dan berhamburan di jalanan. Beberapa ada yang melarikan diri ke arah Bendunganhilir, Gedung Bank Danamon, Jalan Garnistin, dan Kampus Atma Jaya.
Dari kejauhan terdengar jelas suara tembakan yang sangat deras. Tepat ketika itu, suasana sedang tidak berpihak kepada Yap Yun Hap yang sedang makan nasi bungkus hasil sumbangan masyarakat setempat. Sementara kawan-kawanya lari berhamburan mencari aman, menuju ke dalam kampus Universitas Atma Jaya Jakarta dan Rumah Sakit Jakarta.
Jelang tengah malam, kawan-kawannya berhasil mengamankan diri, tetapi setelah menghitung ulang, hanya ada 12 orang. Artinya ada satu orang yang belum kembali. Yang baru disadari kembali bahwa Yun Hap sudh tidak ada.
Ketika itu Yun Hap terkena satu tembakan yang menembus punggungnya dari belakang. Hal tersebut membuat kondisinya memburuk dengan patahnya satu tulang iga kiri, menyerempet tulang belikat, tulang leher, kerongkongan, sampai akhirnya menancap di otot kanan sebelah depan.
Kemungkinan kuat, Yun Hap terkena peluru dari truk pertama sampai ke empat dari aparat yang datang ke Jalan Jenderal Sudirman dari arah berlawanan dengan truk pertama tadi.
Siapa Membunuh Yun Hap Belum Terungkap?
Hingga saat ini, belum jelas aparat mana yang menyeret nyawa seorang mahasiswa berumur 22 tahun tersebut.
Ada yang mengatakan bahwa mereka adalah pasukan pemukul Komando Strategis Angkatan Darat atau Kostrad. Namun versi lain menduga bahwa mereka adalah tentara dari Pasukan Pengendali Rusuh Massa atau PPRM-gabungan Angkatan Darat, polisi, marinir, dan Pasukan Khas Angkatan Udara.
Ketika ditanya untuk konfirmasi perihal kejadian ini, polisi maupun TNI pun tidak jelas untuk bisa memberikan kepastian. Untuk menyingkap kasus ini aparat memang tak tinggal diam. Kepolisian Daerah Metro Jaya membentuk Tim Penyidik yang diketuai Wakil Kepala Brigjen Polisi Sutanto.
Dari tim yang dibuat oleh mereka lima subtim inti, di antaranya meliputi subtim olah Tempat Kejadian Perkara atau TKP, subtim lidik, subtim konsultan hulaum, subtim sidik, dan saltim pengumpulan data dan keterangan.
Dalam jumpa pers, Kepala Polda Metro Jaya Mayjen Pol. Nugroho Djajoesman menyebut bahwa saat itu ditemukan ada sebuah minibus Kijang yang melintas di antara konvoi truk aparat tadi. Menurutnya, penembakan itu diduga berasal dari dalam mobil tersebut, namun pernyataan ini justru disanggah aparat kepolisian.
“Masalah Kijang yang lewat, itu fiktif,” kata sumber TEMPO, seorang perwira tinggi di Markas Besar Kepolisian RI.
Adapun Tim Pencari Fakta Independen (TPFI) yang diketuian oleh Hermawan “Kiki” Sulistyo, peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Tim ini mengaku punya sejumlah bukti dan juga beberapa orang saksi. Salah satu buktinya ialah proyektil yang tersimpan di bagian forensik Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM),
Namun usaha tak akan membuahkan hasil semisal tak ada kerja sama dari tim lainnya. Layaknya polisi yang tidak mau bergerak lebih jauh untuk memeriksa barang bukti berupa proyektil tadi.
“Saya belum mau mengambil barang bukti. Kami ingin menerimanya bersama dengan TIFT,” kata Kapolda Nugroho Djajoesman, kala itu.
Kiki dan tim pun sudah terlanjur tidak percaya. Ia meragukan tim polisi bisa bekerja independen dan transparan. Bahkan jika bekerja sama pun ia menduga data akan dipelintir oleh aparat. Apalagi kasus ini menyangkut nama tentara sebuah institusi yang masih jadi momok polisi.
Sementara itu, fakta lain menyebutkan dari hasil investigasi menemukan bahwa Yun Hap sudah tewas bahkan sebelum dibawa ke rumah sakit. Tim itu tak menemukan kendaraan lain saat kejadian penembakan berlangsung, kecuali truk milik aparat.
Anehnya ketika diperiksa, tampaknya ia tidak dihabisi dengan senapan biasa. “Peluru itu biasa digunakan oleh anggota TNI atau kepolisian dan termasuk jenis peluru khusus,” kata Djaja Saryaatmadja, dokter yang mengautopsi Yun Hap. Artinya, besar kemungkinan pemuda berusia 22 tahun itu dihabisi aparat. Sejumlah saksi mata menguatkan dugaan ini.
Namun kasus ini semakin runyam, bahkan pada 2000, DPR RI berinisiatif membentuk panitia khusus (pansus) kasus Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II (TSS). Setelah kerja setahun, pada 9 Juli 2001 tujuh fraksi dalam panja tersebut menyatakan bahwa tak ada pelanggaran HAM berat dari tiga kasus tersebut.
Kemudian pada April 2002, hasil penyelidikan diserahkan kepada Kejaksaan Agung untuk dilakukan penyidikan, namun ditolak dengan alasan sudah disidangkan melalui pengadilan militer yang hanya menghukum pelaku di lapangan, bukan otak komandonya. Akhirnya, peristiwa TSS menguap begitu saja hingga hari ini.
FATHUR RACHMAN
Baca: Yun Hap Terkapar, Kasusnya Terbakar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.