Jakarta, CNBC Indonesia – Inggris sedang dilanda krisis ekonomi yang cukup parah. Bahkan krisis ini separah apa yang pernah terjadi di Negeri Big Ben itu pada 2008.
Kepada media Metro, analis London School of Economics Profesor Ethan Ilzetzki, menyebut krisis kali ini sebagai ‘momen krisis sejati’. Pasalnya, di saat inflasi begitu tinggi melanda negara itu, nilai mata uang pound juga anjlok.
“Nilai pound akan mempengaruhi rumah tangga biasa dalam harga beberapa barang impor atau ketika mereka pergi berlibur tetapi ini tidak akan mengubah hidup mereka,” paparnya dikutip Senin, (3/10/2022).
“Apa yang berpotensi mengubah hidup adalah fakta bahwa suku bunga akan naik cukup cepat sebagai akibat dari situasi ekonomi secara keseluruhan dan kemudian diperburuk oleh anggaran minggu lalu,” jelasnya.
Ilzetzki mengatakan itu akan menghasilkan pembayaran yang ‘tidak terjangkau’. Salah satunya adalah kemungkinan macetnya pembayaran hipotek dan cicilan lain.
“Ini akan membuat krisis biaya hidup yang kita bicarakan tiga bulan lalu terlihat seperti kentang kecil,” ujarnya.
Perlu diketahui, mayoritas ekonom sepakat bila persoalan Inggris dipicu oleh keluarnya Inggris dari keanggotaan Uni Eropa (UE) pada 1 Januari 2020. Sejak itu, Inggris mulai dilanda kelangkaan barang.
Pasca Brexit terjadi keriwehan yang luar biasa pada praktik perdagangan luar negeri kerjaaan. Inflasi diperparah oleh lonjakan harga energi akibat pasokan tersendat pasca perang Ukraina-Rusia.
Di Agustus 2022, inflasi Inggris berada di level 9,9% secara year-on-year (yoy). Hal ini terjadi saat harga pangan di negara itu naik karena krisis biaya hidup terus berlanjut.
Ini juga menjadi dasar S&P Global Ratings menyebut Inggris masuk resesi setahun penuh. S&P menduga resesi ini sudah dimulai pada kuartal kedua tahun ini.
“Kiamat” Baru
Sementara itu, regulator energi Inggris, Ofgem, mengeluarkan peringatan keras. ‘Kiamat’ baru mungkin akan datang musim dingin ini.
Hal tersebut terkait risiko signifikan bahwa negara itu kemungkinan akan menghadapi kekurangan gas pada musim dingin ini. Inggris sendiri kini menghadapi krisis biaya hidup dan kejatuhan nilai mata uang poundsterling.
“Inggris mungkin menghadapi darurat pasokan gas dalam beberapa bulan mendatang karena perang Rusia-Ukraina saat ini dan krisis energi sekarang di Eropa,” tulis Express, mengutip Ofgem.
“Memperkirakan musim dingin ini akan lebih menantang daripada tahun lalu dan saat ini mengambil langkah-langkah peraturan yang masuk akal untuk mengurangi dan mengurangi risiko,” tambahnya.
Perlu diketahui, Inggris bergantung pada pembangkit listrik tenaga gas untuk memasok sebagian besar listriknya. Gas Inggris datang dari sejumlah negara, dengan pipa ataupun kapal.
Melalui pipa, gas datang dari tiga negara, Norwegia, Belanda dan Belgia. Melalui pengapalan datang dari Amerika Serikat, Qatar, Peru, Rusia, Aljazair, Angola, Nigeria, Trinidad & Tobago, Mesir dan Spanyol.
Rusia sendiri telah menghentikan sebagian besar pasokan gasnya ke Eropa. Ini pembalasan atas sanksi perdagangan yang diberikan akibat serangan Rusia ke Ukraina pada Februari lalu.
Banyak negara di Eropa kini pun menghadapi krisis energi yang dapat mengakibatkan kekurangan pada musim dingin mendatang. Ini telah menimbulkan kekhawatiran bahwa Inggris mungkin tidak dapat mengimpor pasokan gas yang cukup untuk negara tersebut.
Artikel Selanjutnya
Perempuan Inggris Ramai Jadi Pekerja Seks, Fenomena Apa?
(sef/sef)