TEMPO.CO, Jakarta – Nilai transaksi perdagangan kripto sepanjang Januari—Agustus 2022 tercatat turun 56,35 persen dibandingkan tahun lalu menjadi Rp249,3 triliun. Meski demikian Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) tetap optimistis pasar kripto Indonesia bisa terus menguat.
Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Tirta Karma Senjaya mengatakan, pasar kripto dalam negeri masih aman meskipun transaksi sedang menurun.
“Walaupun bergejolak cenderung turun, pengamat kripto banyak yang sampaikan bahwa aset dengan kapitalisasi pasar besar masih akan bertahan,” ujar Tirta kepada Bisnis, Selasa 4 Oktober 2022.
Pasar kripto diyakini masih kondusif mengingat nasabah atau investor aset kripto yang bertransaksi di platform yang terdaftar di Bappebti jelas terukur kapasitasnya. Hal ini karena sistem penilaian yang dilakukan Bappebti.
“Jadi bisa dibilang walau pasarnya lesu sama dengan pasar globalnya, dan menurun dibanding tahun lalu, tapi transaksi masih tetap ada dan nasabah kripto masih terus bertambah,” tutupnya.
Berdasarkan data Bappebti, nilai transaksi perdagangan aset kripto memang tercatat turun, namun jumlah pelanggan aset kripto yang terdaftar di Indonesia sampai Agustus 2022 tercatat sebanyak 16,1 juta pelanggan, dengan rata-rata kenaikan jumlah pelanggan sebanyak 725.000 per bulan.
Sebagai regulator aset kripto, Bappebti turut mengatur aset yang diperdagangkan dan masuk ke whitelist sesuai dengan Peraturan Bappebti Nomor 8 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyelenggaraan Perdagangan Pasar Fisik Aset Kripto di Bursa Berjangka pasal 3.
Ketentuan yang tercantum yaitu berbasis distributed ledger technology berupa aset kripto utilitas (utility crypto) atau aset kripto beragun aset (crypto backed asset), dan telah memiliki hasil penilaian dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) yang ditetapkan Bappebti.
Adapun hasil penilaian dengan AHP menggunakan sejumlah indikator seperti nilai kapitalisasi pasar aset kripto, masuk dalam transaksi bursa aset kripto besar di dunia, manfaat ekonomi, dan penilaian risiko, antaralain risiko pencucian uang dan pendanaan terorisme serta proliferasi senjata pemusnah massal.
Sebelumnya, Plt Kepala Bappebti Didid Noordiatmoko mengatakan, perdagangan aset kripto di Indonesia menjadi bagian dari ekonomi digital yang sedang berkembang.
“Indonesia adalah salah satu negara yang mengadopsi pengaturan kripto tercepat, minat masyarakat untuk berinvestasi kripto terus meningkat. Beppebti menilai perlu adanya pengawasan yang baik untuk menjaga agar kondisi perdagangan aset kripto di Indonesia tetap kondusif,” ujarnya dalam keterangan resmi, Jumat 30 September 2022.
Sebagai informasi, berdasarkan data Google, Temasek dan Bain & Company, Gross Merchandise Value (GMV) Indonesia mencapai US$70 miliar pada 2021. Raihan ini tertinggi di Asia Tenggara, dibandingkan Thailand US$30 miliar, Vietnam dan Malaysia senilai US$21 miliar, dan Singapura US$15 miliar.
GMV Indonesia diproyeksikan meningkat dua kali lipat menjadi US$146 miliar pada 2025 mendatang.
BISNIS
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini