
Jakarta, CNN Indonesia —
Penetapan pencabutan gugatan ijazah palsu Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat belum bisa diputuskan karena Ketua Majelis Hakim dalam perkara tersebut masih mengikuti pendidikan dan latihan.
“Majelis Hakim belum dapat menentukan sikap dengan mengeluarkan penetapan mengingat masih mengikuti pendidikan dan latihan,” demikian keterangan resmi di situs Kejaksaan Agung, Senin (30/10).
Meski demikian, opsi dikabulkannya pencabutan gugatan yang diterima pada Jumat (28/10) tersebut masih terbuka. Pasalnya, proses persidangan perkara belum mencapai tahap saling jawab.
“Sehingga tidak memerlukan persetujuan pihak tergugat,” tulis keterangan tersebut.
Dalam persidangan, Majelis hakim menyampaikan bahwa Bambang Tri Mulyono sebagai penggugat telah mengajukan permohonan pencabutan perkara perdata register nomor 592/Pdt.G/2022/PN.JKT.PST pada Selasa (25/10/2022).
Kemudian permohonan tersebut diterima kepaniteraan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Kamis (27/10). Selanjutnya, Majelis Hakim menerima surat permohonan itu pada Jumat (28/10).
Persidangan lanjutan pun sedianya digelar pada Senin (31/10) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Namun, persidangan tak dihadiri pihak penggugat yang telah melayangkan pencabutan gugatan perkara. Sementara seluruh pihak tergugat hadir diwakili kuasa hukum masing-masing.
Sebagaimana diketahui, dalam kasus ini Bambang Tri Mulyono menggugat empat pihak atas dugaan ijazah palsu tersebut.
Mereka adalah Presiden Jokowi, Komisi Pemilihan Umum (KPU), Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek).
“Tergugat IV selaku pihak yang memiliki otoritas menerbitkan ijazah Joko Widodo selaku Presiden RI in cassu Tergugat I telah melakukan perbuatan melawan hukum karena lalai tidak melakukan verifikasi berkaitan dengan keaslian dokumen-dokumen ijazah pendidikan Joko Widodo selaku Tergugat I, yakni (a) Sekolah Dasar (SD) Tirtoyoso I tahun 1973 atas nama Joko Widodo selaku Presiden RI; (b) Sekolah Menengah Tingkat Pertama Surakarta atas nama Joko Widodo selaku Presiden RI; dan (c) Sekolah Menengah Tingkat Atas IV Surakarta atas nama Joko Widodo selaku Presiden RI,” demikian bunyi gugatan Bambang Tri Mulyono.
“Sebagai kelengkapan syarat pencalonan Tergugat I untuk memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (1) huruf r pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum dengan Nomor 22 Tahun 2018 tentang Pencalonan Peserta Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, serta kelalaian Tergugat IV menyebabkan kerugian bagi Penggugat dan seluruh rakyat Indonesia mendapatkan Presiden periode tahun 2019 s.d 2024 yang tidak memenuhi syarat, tidak sah, ilegal dan inkonstitusional,” tambah Bambang.
Sebelumnya, pengacara Bambang mengaku akan kesulitan membawa bukti-bukti ke persidangan karena kliennya sedang ditahan dan sulit ditemui. Bambang, klaim pengacara, memegang data dan mempunyai akses terhadap saksi-saksi yang menguatkan gugatan ijazah palsu Jokowi.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra mengaku janggal dengan alasan itu. Menurut dia, pengacara yang bekerja secara profesional tentu telah mengumpulkan bukti-bukti yang membuatnya yakin memenangkan gugatan sebelum mendaftarkannya ke pengadilan.
Pengacara tersebut, lanjut Yusril, pasti mengetahui ketentuan hukum acara perdata: siapa mendalilkan harus membuktikan dalilnya. Dia menambahkan semestinya pengacara memberi nasihat kepada Bambang agar meneruskan gugatan.
“Ibarat kata pepatah: berjalan harus sampai ke ujung, berlayar harus sampai ke tepi. BTM [Bambang Tri Mulyono] juga harus dengan kesatria menerima apa pun putusan pengadilan nantinya, gugatannya dikabulkan atau ditolak dengan segala implikasinya,” ucap Yusril melalui pesan tertulis, Sabtu (29/10).
Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menambahkan semestinya penahanan Bambang Tri bisa ‘dimainkan’ kuasa hukum untuk membangun opini di luar sidang untuk memperoleh dukungan moril terhadap gugatannya.
Walaupun, terang Yusril, opini seperti itu tidak boleh memengaruhi hakim dalam mengadili suatu perkara.
“Jadi, saya juga bisa bertanya: apakah penahanan BTM hanya sebagai alasan untuk mencabut perkara ataukah memang sedari awal para pengacaranya tahu bahwa bukti-bukti yang akan dihadirkan di sidang nantinya kurang meyakinkan?” tutur Yusril.
Di sisi lain, Yusril menyayangkan pihak kepolisian memproses hukum Bambang Tri setelah gugatan ijazah palsu Jokowi didaftarkan ke PN Jakarta Pusat.
“Walaupun penahanan ini tidak berkaitan dengan gugatan ‘ijazah palsu Jokowi’, namun langkah itu mengesankan pemerintah menggunakan kekuasaan bukan hukum dalam menghadapi BTM,” tandasnya.
Yusril memandang dengan tidak adanya putusan pengadilan atas kasus tersebut, gunjingan politik akan terjadi tanpa henti.
“Padahal putusan hukum yang inkracht van gewijsde dan menyatakan ijazah Jokowi asli atau palsu sangat penting, bukan saja untuk mengakhiri kontroversi politik mengenai soal itu, tetapi juga sangat penting untuk kepastian hukum agar kasus kontroversial ini berakhir dengan jelas,” ujar Yusril.
(tim/DAL)