TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Kesehatan Budi Gunadi menyatakan kesulitan menemukan dokter spesialis dari lulusan perguruan tinggi di Indonesia. Dia menyebut, dari 92 fakultas kedokteran yang ada, hanya 20 yang bisa memproduksi dokter spesialis.
“Dan masing-masing 20 fakultas kedokteran itu tidak semuanya bisa memproduksi dokter spesialis,” ujar Budi dalam konferensi pers di gedung Kemenkes, Jakarta, Jumat, 18 November 2022.
Ia berkata, universitas besar di Indonesia belum bisa memproduksi semua bidang dokter spesialis. Misalnya, Universitas Gadjah Mada belum bisa memproduksi dokter spesialis paru, Universitas Sriwijaya belum bisa memproduksi dokter spesialis jantung.
Baca: Menkes Sebut Sudah Dua Pekan Tidak Ada Kasus Baru Gagal Ginjal Akut
Kemudian, ia menambahkan, belum ada perguruan tinggi selain Universitas Indonesia yang dapat memproduksi dokter spesialis onkologi radiasi, padahal dokter spesialis ini yang menurutnya krusial.
Budi Gunadi menyebutkan bahwa kebutuhan dokter di Indonesia masih jauh dari rasio penduduk sesuai standar WHO yaitu 1 banding 1.000. Sementara, saat ini Indonesia hanya memiliki rasio 0,42 banding 1.000, atau masih kekurangan sekitar 3.000 dokter spesialis.
Menyikapi kondisi tersebut, Kementerian Kesehatan mengusulkan Program Program Adaptasi Dokter Spesialis WNI Lulusan Luar Negeri untuk menanggulangi kekurangan dokter spesialis di Indonesia. Program ini ditujukan kepada Warga Negara Indonesia (WNI) yang menempuh pendidikan kedokteran di luar negeri.
“Orang Indonesia yang sudah mengambil pelajaran dokter spesialis di luar negeri itu tidak dipersulit, tetapi dipermudah, tanpa mengurangi kualitas,” ujar Budi Gunadi.
ALFITRIA NEFI PRATIWI
Baca: Kemenkes Terbitkan Pedoman Penanganan Pasien Anak Gangguan Ginjal Akut
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.