Jakarta, CNBC Indonesia – Tensi perang geopolitik masih akan membawa dampak bagi perekonomian global di tahun depan. Ekonomi global diperkirakan justru akan semakin melemah di tahun 2023.
Sejumlah kalangan mengungkapkan salah satu pemicu ekonomi global melemah pada tahun depan adalah pengetatan kebijakan moneter yang agresif di belahan negara maju, terutama di Amerika Serikat.
“Korban paling jelas dari suku bunga yang lebih tinggi adalah pasar real estate di AS di mana investasi perumahan akan anjlok dan memberikan hambatan besar pada pertumbuhan ekonomi,” jelas UOB dalam Quarterly Global Outlook Q1 2023, dikutip Senin (5/12/2022).
Ekonomi AS diperkirakan akan jatuh ke dalam jurang resesi, dengan ekonomi melemah atau -0,5% pada keseluruhan tahun di 2023. Kemudian tingkat pengangguran di Negeri Paman Sam tersebut akan mencapai 4,5% pada 2023 akibat peningkatan inflasi dan pertumbuhan ekonomi global.
Sementara negara-negara di kawasan Eropa, pertumbuhan ekonominya diperkirakan juga akan mengalami -0,5%, begitu juga di Inggris yang diperkirakan pertumbuhan ekonominya -0,5%.
“Kami menilai resesi AS akan terjadi pada paruh pertama tahun 2023, karena kami memproyeksikan the Fed mencapai tingkat terminalnya 5% pada kuartal I-2023 dan akan bertahan hingga sisa tahun kuartal I-2024,” jelas UOB.
Foto: dok UOB
dok UOB |
Kendati demikian, kebijakan suku bunga The Fed diperkirakan memasuki phase kenaikan yang lebih lambat, namun masih akan menaikkan suku bunga kebijakannya jauh lebih tinggi di atas 5%.
“Kita kemudian harus menerima adanya dampak yang lebih negatif pada permintaan agregat dan pada gilirannya, kemungkinan resesi AS yang lebih dalam/berkepanjangan sebagai konsekuensinya,” kata UOB lagi.
Faktor risiko lainnya termasuk risiko stabilitas keuangan akibat pengetatan kondisi keuangan dan potensi disfungsi pasar pendanaan global dan eskkalasi lebih lanjut dalam perang di Ukraina.
Banyak ekonom di berbagai belahan dunia menganggap Covid-19 bukan lagi sebagai risiko penurunan pertumbuhan.
Di Asia selain China, pelemahan pertumbuhan ekonomi akan lebih disebabkan karena ekspor yang melemah. Namun, kawasan ini berada di tengah dinamika pembukaan kembali yang kuat.
Laju pariwisata dan kegiatan acara di luar ruangan akan melonjak, dan ini juga yang akan menjadi pemicu naiknya laju inflasi di kawasan Asia.
DBS memperkirakan pertumbuhan ekonomi di ASEAN akan melemah menjadi 4,8% (year on year) tahun depan, lebih rendah dari perkiraan pertumbuhan ekonomi di tahun ini yang mencapai 5,8%.