
Jakarta, CNBC Indonesia – Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia mengesahkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menjadi UU. Keputusan itu diambil dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI dari Fraksi Partai Gerakan Indonesia Raya Sufmi Dasco Ahmad.
Seperti diketahui, Komisi III DPR RI bersama pemerintah telah mengesahkan RUU KUHP pada pembicaraan tingkat I, Kamis (24/11/2022). Sebagaimana mekanisme yang berlaku, kesepakatan itu kemudian dibawa ke rapat paripurna.
Bicara soal RUU KUHP, tentu tidak dapat dilepaskan dari peristiwa demo besar yang terjadi di sejumlah daerah, termasuk di Jakarta, pada September 2019. Demo besar yang juga menolak revisi UU KPK itu berujung pada penundaan pembahasan RUU KUHP.
Sekadar kilas balik, saat itu, mahasiswa dari berbagai daerah kompak berdemo. Mahasiswa yang tergabung dalam aksi ini di antaranya berasal dari ITB, Trisaksi, Unindra, Stiami, Universitas Paramadina, Universitas Tarumanegara, UPI, STMT Trisakti, dan UI.
Mereka menolak RUU KUHP dan revisi KPK. Beragam spanduk bertuliskan ‘Setop Intervensi KPK’ hingga ‘Mahasiswa Bersama KPK’.
Berikut beberapa fakta-fakta seputar aksi demo mahasiswa tersebut sebagaimana diberitakan detik.com.
1. Lokasi
Aksi demo mahasiswa menolak RUU KUHP dan revisi KPK terjadi di sejumlah wilayah. Kemarin pada Kamis (19/09/19) di Jakarta, mahasiswa menggelar demonstrasi di gedung DPR/MPR. Mahasiswa berkumpul di Jl Gatot Subroto, Jakarta.
Selain Jakarta, penolakan terhadap UU KPK baru oleh mahasiswa juga terjadi di gedung DPRD Ciamis pada Jum’at (20/09/19). Di lokasi, mereka berorasi terbuka.
Mahasiswa yang berkumpul membawa sejumlah spanduk dan poster berisi penolakan terhadap RKUHP dan revisi UU KPK. Mahasiswa yang berdemonstrasi di depan gedung DPR RI menutup jalan di sekitar lokasi.
Lebih dari 6 jam, mahasiswa masih bertahan di depan Gedung DPR RI. Setelah menggelar aksi tolak RUU KUHP dan revisi UU KPK sejak pukul 13.00 WIB, Jalan Gatot Subroto di tutup untuk mengakomodasi massa.
2. Penolakan
Penolakan dari para mahasiswa ini disampaikan di depan gedung DPR RI.
“Jadi yang pertama kita sangat-sangat menyayangkan permasalahan-permasalahan yang terjadi belakangan ini. Mulai dari korupsi sampai dengan demokrasi di Indonesia yang makin lama makin terancam. Karena dari revisi Undang-Undang KPK-nya saja itu tidak pro pada upaya pemberantasan korupsi yang justru malah disahkan,” kata Ketua BEM UI Manik Marganamahendra di lokasi.
“Kedua, adanya wacana untuk akhirnya mengesahkan RKUHP padahal juga pasal-pasal di dalamnya juga masih ngawur, banyak yang masih bermasalah. Mulai dari permasalahan korupsi itu sendiri kemudian masalah demokrasi yang paling kita highlight. Dua hal tersebut akhirnya justru malah membuat mosi tidak percaya kita kepada negara,” sambungnya.
3. Hasil Kesepakatan
Demo mahasiswa kemarin di Jakarta yang menolak pengesahan Rancangan Undang-undang (RUU) KPK serta RKUHP akhirnya bertemu dengan Sekjen DPR, Indra Iskandar.
Audiensi digelar di Ruang KK I, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (19/9/2019). Dalam audiensi tersebut, mahasiswa dan Sekjen DPR menyepakati kesepakatan.
Berikut ini poin-poin kesepakatan mahasiswa dengan Sekjen DPR:
1. Aspirasi dari masyarakat Indonesia yang direpresentasikan mahasiswa akan disampaikan kepada pimpinan Dewan DPR RI dan seluruh anggota.
2. Sekjen DPR RI akan mengundang dan melibatkan seluruh mahasiswa yang hadir dalam pertemuan 19 September 2019, dosen atau akademisi serta masyarakat sipil untuk hadir dan berbicara di setiap perancangan UU lainnya yang belum disahkan.
3. Sekjen DPR menjanjikan akan menyampaikan keinginan mahasiswa untuk membuat pertemuan dalam hal penolakan revisi UU KPK dengan DPR penolakan revisi UU KPK dan RKUHP dengan DPR serta kepastian tanggal pertemuan sebelum tanggal 24 September 2019.
4. Sekjen DPR akan menyampaikan pesan mahasiswa kepada anggota Dewan untuk tidak mengesahkan RUU Pertanahan, RUU Ketenagakerjaan, RUU Minerba dan RKUHP dalam kurun waktu empat hari ke depan.
Meskipun audiensi selesai, perwakilan dari mahasiswa pun tetap menuntut agar aspirasi mereka dipenuhi.
Seperti dikutip dari situs resmi DPR RI, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memastikan pasal-pasal krusial dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) sudah banyak direformulasi sesuai masukan masyarakat. Menurutnya, RKUHP hanya perlu disosialisasikan dengan baik sehingga tidak menimbulkan polemik sebagaimana yang terjadi pada 2019 lalu.
“Bahwa ada pasal yang masih dirasa kontroversial, saya rasa kemarin sudah jadi bahan pertimbangan teman-teman dan kami lakukan kajian. Ada partai-partai yang menerima dengan catatan, mayoritas menerima dengan catatan,” ungkapnya, seraya menambahkan, “Mungkin kita minta DPR dan pemerintah untuk sosialisasikan kepada masyarakat mengenai hal-hal krusial supaya masyarakat mengerti. Karena ada beberapa pasal sebenernya sudah kita harmonisasikan, harusnya enggak jadi polemik,” sambung Dasco.
Dasco menambahkan masyarakat yang menolak dapat menempuh jalur hukum ke Mahkamah Konstitusi. Menurutnya, RKUHP sudah berkali-kali melalui kajian.
“Kita kan ada jalur konstitusional. Yang tidak puas boleh upaya ke MK misal. Karena kita punya RKUHP sudah saat. Kita ini kan sudah lama terhenti. Sudah pernah dihentikan, dibahas lagi, dihentikan, dibahas lagi, dan kali ini tinggal pasal krusial yang sebenarnya menurut kita kalau disosialisasikan, bisa diterima dengan baik di masyarakat,” kata Dasco.
Artikel Selanjutnya
Check-In Hotel Tak Nikah Dipidana, Ini Rancangan Aturannya
(miq/miq)