Jakarta, CNN Indonesia —
Pakar hukum Bivitri Susanti menyoroti ketentuan libur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, yang tertuang pada Pasal 79 ayat 2 huruf b.
Dalam Perppu disebutkan waktu istirahat diberikan kepada pekerja/buruh paling sedikit meliputi “Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.”
Bivitri menilai pasal itu rentan dimanfaatkan oleh pengusaha untuk mencari keuntungannya sendiri.
“Betul bahwa pengusaha bisa mengatur dua hari, bahkan tiga hari kalau dia mau. Tapi, kecenderungan yang namanya pengusaha itu akan tentu saja, ini prinsip ekonomi, akan mencari keuntungan sebesar besarnya,” kata Bivitri kepada CNNIndonesia.com, Senin (2/1).
Bivitri menjelaskan dalam hubungan industrial dan hukum ketenagakerjaan, terdapat tiga aktor yang terkait di dalamnya. Ketiga aktor itu adalah pengusaha/industri, pekerja/buruh dan pemerintah/negara.
Fungsi negara adalah menjembatani antara pengusaha dan buruh, salah satunya lewat Undang-undang (UU) atau peraturan lainnya. Bivitri menyebut negara harus adil dalam membuat suatu kebijakan.
Dalam konteks waktu kerja dan libur, Bivitri menilai pemerintah harus bisa tegas menentukan ukuran minimal yang tidak merugikan salah satu pihak, terutama buruh.
“Jadi enggak bisa berasumsi bahwa semua perusahaan akan semurah hati itu untuk memberikan cuti dua hari dan seterusnya, kalau tidak dipaksa oleh pemerintah,” ucap dia.
“Jadi konteksnya itu, pemerintah memang harus memaksa melalui UU,” imbuhnya.
Bivitri pun berpandangan ketentuan pemangkasan minimal hari libur dalam Perppu Ciptaker itu terkesan hanya menguntungkan satu pihak.
“Bisa dipakai pengusaha untuk keuntungan sebesar-besarnya. Sementara untuk buruh dan lingkungan akan terjadi dampak yang sangat negatif sekali,” ucap dia.
Penghapusan hak libur dua hari bagi pekerja diatur dalam Pasal 79 ayat 2 huruf b yang berbunyi;
Waktu istirahat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib diberikan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit meliputi;
a. istirahat antara jam kerja, paling sedikit setengah jam setelah bekerja selama 4 (empat) jam terus-menerus, dan waktu istirahat tersebut tidak termasuk jam kerja; dan
b. istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Aturan ini jelas bertolak belakang dengan kebijakan dalam undang-undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan di mana pasal 79 menyatakan, istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Bantahan Kemnaker
Kemenaker sendiri membantah Perppu Cipta Kerja menjadikan hari libur buruh dipangkas. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemenaker Indah Anggoro Putri mengklaim tidak ada hari libur yang dihilangkan dalam Perppu tersebut.
“Tidak ada yang dihilangkan untuk libur 2 hari,” kata Indah saat dihubungi CNNIndonesia.com, Senin (3/1).
Menurut Indah hari libur yang diatur dalam pasal tersebut tidak hanya dimaknai untuk waktu kerja sepanjang 6 hari saja. Namun, juga berlaku untuk waktu kerja sepanjang 5 hari.
“Sehingga jika perusahaan menggunakan waktu kerja 5 hari dalam seminggu, otomatis libur dalam 1 minggunya 2 hari, jadi dengan demikian tidak perlu diatur dalam perppu,” tuturnya.
(yla/isn)