
Yogyakarta, CNN Indonesia —
Sejumlah mahasiswa membeberkan kesaksiannya tentang ketidaksesuaian nominal atau golongan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dengan kemampuan finansial yang dimiliki.
Para mahasiswa dan mahasiswi yang sengaja disembunyikan identitasnya ini menceritakan betapa beratnya melunasi UKT dengan nominal yang dianggap melebihi kemampuan ekonomi pembayarnya.
Setidaknya empat mahasiswa dihadirkan untuk bercerita secara daring dalam sebuah forum diskusi yang diselenggarakan oleh gerakan kolektif UNY Bergerak di Nitikusala Cafe, Sleman, Senin (16/1) malam. Mereka kompak menyebut dirinya sebagai ‘korban UKT UNY’.
Mahasiswa pertama, A mengaku dibebankan biaya UKT senilai Rp4,2 juta per semester sejak awal diterima di UNY pada 2020. Dia tak merinci jurusan apa yang ia ambil. Namun, menurutnya angka itu tak sepadan dengan penghasilan kedua orang tuanya sebagai pekerja serabutan menyambi penjaja Hidangan Istimewa Kampung (HIK) dan buruh pabrik.
“Saya membayangkan, ketika saya kuliah di UNY itu adalah bayangan pendidikan yang murah, yang mana bisa terjangkau dari saya sebagai masyarakat desa kurang mampu,” ujarnya.
Situasi pandemi Covid-19 kala itu memperburuk finansial keluarga A. Pendapatan sang ayah dari HIK merosot drastis, sementara sang ibu harus mengalami pemotongan jam kerja sekaligus upah.
Demi tak terlalu membebani kedua orang tuanya untuk membayar UKT semester berikutnya, A terpaksa bekerja paruh waktu sebagai pekerja di perusahaan perkebunan guna mencukupi kebutuhan pribadinya.
Namun tetap saja ayah dan ibu A harus merelakan tabungan masa depan, yaitu seekor sapi untuk dijual, sehingga biaya kuliah anak mereka bisa terlunasi.
“Padahal itu juga tabungan adik saya nanti bisa masuk ke sekolah setelah SD,” ucapnya.
A menambahkan, itu pun kedua orang tuanya masih harus berutang ke bank demi bisa membiayai kuliah anak mereka di semester-semester selanjutnya.
Lain halnya dengan kisah A, mahasiswa berikutnya yakni B sudah tak lagi melanjutkan kuliahnya di UNY. Dia kini mengenyam pendidikan di kampus dengan biaya UKT yang tidak lebih membuat kantong ‘bocor’.
B diterima di UNY tahun 2020 dengan UKT per semester mencapai Rp3,6 juta. Ia merasa nominal ini tak rasional bagi seorang mahasiswa asli luar daerah yang tentu memiliki berbagai pengeluaran tambahan, di saat orang tua hanya berdagang soto.
B, atas saran orang tua memutuskan untuk menghentikan studinya di UNY ketika program bantuan pendidikan atau beasiswa yang ia ajukan gagal lolos. Sementara permohonan pengurangan UKT ke kampus juga ditolak.
“Kalau 4-5 tahun ke depan saya kuliah di UNY apa saya masih bisa saya bertahan dengan kondisi yang bisa dibilang menahan lapar, menahan kebutuhan-kebutuhan saya. Sekarang saya udah enggak di UNY, saya coba daftar lagi kampus yang ada di domisili saya,” papar B.
Dia beranggapan bunyi persyaratan-persyaratan dalam skema penyesuaian UKT kala itu yang diatur melalui Keputusan Rektor UNY Nomor 2.20/UN34/V/2020 sangat tidak berperikemanusiaan.
Keputusan yang mengatur tentang Petunjuk Teknis Penyesuaian Biaya Pendidikan/UKT Semester Gasal T.A 2020/2021 UNY pada masa pandemi Covid-19 itu di antaranya mempersyaratkan orang tua/wali penanggungjawab biaya kuliah meninggal dunia, juga usaha mengalami penurunan penghasilan hingga bangkrut.
“Ironinya, orang tua saya pernah ngomong apakah pendidikan masih penting sampai saat ini, sampai semahal itu kah,” tuturnya.
Mahasiswa lain, C di saat bersamaan tengah was-was mengakhiri masa cuti kuliahnya. Melewati semester 6 besok baginya bakal menjadi ujian berat dalam hidupnya.
Sewaktu masuk sebagai mahasiswa baru tahun 2020, UKT C berada di golongan VI di mana ia wajib membayar sebesar Rp4,2 per semesternya.
Mulanya, keluarga masih sanggup membiayai sampai akhirnya sang ayah meninggal dunia di pertengahan semester I.
“Tentunya, ditinggalin kepala keluarga enggak remeh begitu ya. Kondisi ekonomi tentu turun drastis, adik saya dua juga masih sekolah semua. Pas itu saya bilang ke ibu saya bahwa biaya uang kuliah biar saya tanggung sendiri,” ucapnya.
C lalu bekerja paruh waktu sebagai admin bisnis online. Perpindahan ke semester II, C mencoba mengajukan keringanan UKT yang disediakan kampus.
“Dan disetujui memang, golongan (UKT) juga turun tapi cuma satu tingkat jadi golongan V, sekitar Rp3,6 juta,” bebernya.
Kala itu C masih bisa membayarnya dengan uang asuransi mendiang ayah plus pendapatan kerja paruh waktunya. Situasi ini hanya mampu bertahan sampai semester III.
Berlanjut ke halaman berikutnya…