Jakarta, CNBC Indonesia – Selama 32 bulan beruntun, nilai ekspor menyentuh US$ 632,9 miliar atau sekitar Rp 9.540 triliun. Kendati demikian, Bank Indonesia (BI), mengatakan di saat ekspor Indonesia surplus berturut-turut, banyak eksportir yang tidak memarkirkan devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri.
Alhasil, cadangan devisa tidak menggunung seperti yang diharapkan dan hal ini membuat BI kaget.
Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menjelaskan, sejak Desember 2022, pihaknya terus berkoordinasi dengan pemerintah.
“Kita merasa ada concern karena kalau kita lihat kan ekspor kita di 2022 itu tinggi sekali US$ 291 miliar dan trade balance kita itu sekitar US$ 55 miliar,” jelas Destry dalam konferensi pers kemarin, Kamis (19/1/2023).
“Pada saat itu, ada rasa kenapa dana itu kok gak masuk di perbankan kita,” kata Destry lagi.
Padahal saat itu adalah periode yang krusial bagi bank sentral dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sebab di saat itu, dolar Amerika Serikat (AS) sedang mengalami penguatan yang sangat kuat.
Semua negara membutuhkan dolar, sehingga terjadi persaingan suku bunga antar negara, bukan hanya antar bank, tapi juga negara.
“Dan kami melihat itu. Dalam hal ini Bank Indonesia, kami mempunyai tanggung jawab juga karena salah satu mandat kami adalah menjaga stabilitas nilai tukar,” jelas Destry.
Sementara salah satu syarat menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah memiliki supply atau pasokan dolar yang cukup.
Oleh karena itu, dalam rangka penguatan operasi moneter, bank sentral memutuskan untuk mengeluarkan satu instrumen baru yang disebut term deposit valuta asing DHE dengan imbal hasil yang kompetitif.
Term deposit valas secara khusus untuk menarik para eksportir agar mau memarkirkan DHE-nya lebih lama ke dalam sistem keuangan Indonesia.
BI melihat dan mengidentifikasi ada sekira 200 perusahaan yang dinilai memiliki potensi hasil dari ekspor sumber daya alam (SDA) yang cukup besar dan diperkirakan membutuhkan tempat untuk placement DHE mereka.
BPS mencatat Indonesia membukukan surplus sejak Mei 2020 hingga November 2022. Sepanjang 2022, Indonesia sukses membukukan ekspor senilai US$ 291,98 miliar pada 2022.
Ini adalah nilai ekspor tertinggi dalam sejarah. Ironisnya, cadangan devisa (cadev) justru menurun US$ 7,7 miliar pada tahun lalu, dibandingkan posisi US$ 144,91 miliar pada Desember 2021.
Tambah Pundi Dolar, BI Lakukan Ini
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, pada 20 Desember pihaknya telah mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia tentang instrumen operasi moneter valas terbaru.
Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan Bank Indonesia Nomor 24/18/PBI/2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 21/14/PBI/2019 tentang Devisa Hasil Ekspor dan Devisa Pembayaran Impor.
Instrumen operasi moneter valas tersebut berupa term deposit valas DHE mengacu pada mekanisme pasar, disertai pemberian insentif kepada bank dengan kewajiban untuk memberikan suku bunga yang kompetitif bagi nasabah eksportir.
Insentif yang diberikan kepada nasabah berupa imbal hasil yang kompetitif. Di tahap awal, nasabah eksportir dapat menempatkan dana hasil ekspor di term deposit valas DHE melalui beberapa bank yang memenuhi kriteria dan ditunjuk oleh BI (appointed bank), serta diumumkan di website BI.
Sementara, insentif yang diberikan kepada perbankan, yakni valas yang diterima oleh perbankan tidak akan diperhitungkan sebagai komponen Dana Pihak Ketiga (DPK), sehingga tidak dihitung sebagai Giro Wajib Minimum (GWM) dalam valas dan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM).
“OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sudah konfirmasi ini tidak masuk komponen DPK dalam regulasi dan pengawasan mereka di pass on tidak masuk dalam loanable fund (dana yang tersedia untuk dipinjamkan),” jelas Perry.
“Karena itu dari bank terima dari eksportir di pass on ke BI. Demikian LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) gak dimasukkan ke sana,” kata Perry lagi.
Perry mengklaim bahwa kebijakan ini sudah disepakati oleh perbankan dan dinilai menarik oleh perbankan. Sehingga mereka akan berlomba-lomba untuk mengajak eksportir untuk memarkirkan DHE di dalam negeri.
Adapun kebijakan ini akan diimplementasikan pada pertengahan Februari 2023.
“Ini kami sudah lakukan persiapan dan bisa kami implementasikan. Pertengahan Februari bisa kami implementasikan, karena sudah ketemu dengan perbankan dan para calon eksportir. Ini kami lakukan di Bank Indonesia,” jelas Perry.
Artikel Selanjutnya
Sri Mulyani Cs Beraksi, Siapkan Jurus Atasi ‘Kemarau Dolar’
(haa/haa)