Sun. Oct 6th, 2024

Jakarta, CNN Indonesia

Devi Athok, orang tua dua korban tewas Tragedi Kanjuruhan, memberikan kesaksian di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ia terisak dan menyebut anak-anaknya telah dibunuh.

Hal itu dikatakan Devi saat memberikan kesaksian saat persidangan dua terdakwa Tragedi Kanjuruhan yakni Panpel Arema FC Abdul Haris dan Security Officer Suko Sutrisno di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (24/1).

Ia bercerita saat kejadian dua anaknya NDR (16) dan NDB (13) sedang menonton pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya bersama mantan istrinya, di Tribun 13, Stadion Kanjuruhan, 1 Oktober 2022 lalu.


Ia berniat menjemput anaknya seusai pertandingan. Tapi Devi kemudian mendapat kabar anak-anaknya itu sudah tewas dan dibawa ke RS Wava Husada.

“Waktu itu saya ditelepon sama teman saya bahwa anak saya sudah tergeletak di Tribun 13, ditolong anak-anak, minta bantuan polisi enggak digubris, jadi diangkat sendiri dinaikkan truk katanya di RS Wava Husada,” kata Devi, saat memberikan kesaksian.

Saat perjalanan menuju RS Wava Husada, Devi mengaku banyak melihat orang dibawa menggunakan sepeda motor dengan kondisi lemas dan tak berdaya.

Sesampainya di RS, Devi kemudian mendapati pemandangan memilukan. Pemandangan yang disebutnya menghancurkan dunianya. Dua anaknya meninggal dunia.

“Saya nyaksikan anak pertama saya itu gosong, mukanya hitam, keluar busa. Anak kedua saya keluar busa sampe saya sedot bau amonia,” ucap Devi, terisak.

Begitu juga mantan istrinya Geby dan puluhan hingga ratusan korban lainnya yang ia lihat di Wava Husada. Wajahnya menghitam dan mulutnya mengeluarkan busa.

“Ada banyak. Rata-rata wajahnya seperti anak saya. Biru hitam dan berbusa,” ucapnya.

Saat memandikan dua jenazah anaknya, Devi menyaksikan sendiri tak ada sedikitpun luka lebam atau memar dari ujung rambut sampai kaki.

“Cuma di kepala sebelah kiri [luka] katanya kena proyektil gas air mata, busa terus keluar dari mulut bau amonia dan hidung [NDR],” ujar dia.

“NDB saya mandikan juga tidak ada luka lebam. Bersih. Cuma dada hitam dan keluar busa hidung, mulut, sama bau amoniak menyengat,” tambah Devi.

Usai kejadian itu, Devi mengaku mengalami kehilangan yang teramat sangat. Ia sampai tak mau makan hingga lima hari.

“Setelah kejadian saya enggak makan lima hari. Dunia saya hancur. Dua anak saya meninggal,” ujar Pria asal Bululawang, Malang ini.

Ia kemudian mengajukan permohonan autopsi untuk dua anaknya pada 10 Oktober 2022. Tapi, hanya berselang satu hari, 11 Oktober 2022 rumahnya didatangi polisi.

“Itupun saya sering dapat ancaman. Waktu pertama tanggal 10 Oktober 2022 saya bikin pernyataan autopsi di pengacara saya. Itu tanggal 11 Oktober 2022-nya diancam dicari Polres Kepanjen,” katanya.

Autopsi kemudian baru digelar 5 November 2022. Ia pun kecewa karena tak bisa langsung mengikuti jalannya autopsi.

“Saya waktu itu sama Pak Taufiq [penyidik] Polda Jatim katanya boleh menyaksikan dengan pengacara saya dan LPSK. Ternyata praktiknya tidak boleh menyaksikan,” tuturnya.

Saat ditanya majelis hakim perihal bantuan pemerintah. Devi mengaku menerima beberapa amplop, tapi itu tak penting lagi baginya.

Saat bertemu Presiden Joko Widodo, bersama keluarga korban yang lain, Devi Athok pun sempat menyatakan langsung ia hanya ingin pembunuh anaknya dihukum.

“Pak Jokowi tanya apa yang Anda harapkan. Saya bilang mohon dihukum oknum-oknum yang bunuh anak saya. Pak Jokowi bilang iya. Saya Menerima dua amplop. Masih utuh sampai sekarang. Saya enggak butuh donasi, saya butuh keadilan,” pungkasnya.

(frd/wis)

[Gambas:Video CNN]

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *