Sat. Dec 7th, 2024

Jakarta, CNBC Indonesia – Pekan lalu rakyat dihebohkan dengan pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas yang geram melihat program-program kemiskinan yang dibuat ASN daerah diduga tak langsung memberi dampak langsung bagi rakyat di Tanah Air.

Tentu saja membuat heboh dan menjadi sorotan masyarakat. Sebab menurut dia, pemerintah telah menganggarkan Rp 500 triliun untuk menanggulangi tingkat kemiskinan di Indonesia.

Kendati demikian, total anggaran itu kebanyakan tersedot untuk program-program seperti rapat atau seminar tentang kemiskinan di hotel-hotel hingga sebatas studi banding.


Menurutnya, pernyataan ini harus dimaknai sebagai kritikan agar program kemiskinan betul-betul mampu menurunkan tingkat kemiskinan pada 2024 menjadi 7% sesuai ketetapan Presiden Joko Widodo.

“Ada studi banding soal kemiskinan, ada diseminasi program kemiskinan berulang kali di hotel. Faktualnya itu ada, tapi bukan kurang-lebih Rp500 triliun habis untuk studi banding dan rapat. Arahan Bapak Presiden jelas, yaitu anggaran yang ada harus dibelanjakan dengan tepat sasaran untuk program yang berdampak langsung ke warga,” ujarnya.

Menurutnya angka Rp 500 triliun untuk program penanganan kemiskinan selama ini hanya berhasil menurunkan tingkat kemiskinan 0,6%.

Lantas kalau kita periksa data yang ada berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), Sepanjang periode 2012-2021 jika diakumulasikan besaran belanja bansos untuk penanggulangan kemiskinan sudah mencapai angka Rp 228,82 triliun. 

Kalau mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81/PMK.05/2012, belanja bansos untuk penanggulangan kemiskinan meliputi kebijakan, program, dan kegiatan yang dilakukan terhadap orang, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang tidak mempunyai atau mempunyai sumber mata pencaharian dan tidak dapat memenuhi kebutuhan yang layak bagi kemanusiaan.

Selama periode 2012-2014, realisasi belanja bansos untuk penanggulangan kemiskinan berkisar Rp 11 triliun per tahun. Namun angka realisasi belanja bansos ini sempat mengalami penurunan tahun 2016 yakni hanya di Rp 636,6 miliar. Kemudian di tahun 2017 kembali naik menjadi Rp 2 triliun meskipun belum setinggi periode 2012-2014.

Sejak pandemi Covid-19 tepatnya tahun 2020 dan 2021, anggaran belanja bansos naik signifikan masing-masing mencapai Rp 75,6 triliun dan Rp 72,2 triliun.

Dengan adanya bansos tersebut bagaimana dampaknya terhadap rakyat? Pada dasarnya jika kita bandingkan jumlah penduduk miskin tahun 2022 dengan tahun 2012 tentunya mengalami penurunan mencapai 9,6%. Namun pada kenyataannya, penurunan kemiskinan ini masih melenceng dari target.

“Target kemiskinan pada 2024 adalah 7%. Artinya, bila mengacu data per September 2022, dalam dua tahun ke depan minimal kita harus turunkan kemiskinan kira-kira 1,2% per tahun sehingga bisa mencapai 7% pada 2024. Ini tugas yang tidak ringan,” kata Azwar dalam catatan CNBC Indonesia.

Untuk diketahui, BPS mencatat jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 26,36 juta orang per September 2022. Jumlah ini naik tipis dibandingkan pada akhir Maret 2022 sebanyak 26,16 juta orang.

Kepala BPS Margo Yuwono mengatakan secara persentasenya, jumlah masyarakat miskin per September sebesar 9,57 %, naik 0,03% dibandingkan Maret 9,54%.

Sebagai catatan penting, anggaran bansos untuk kemiskinan memang penting namun pengentasan kemiskinan ekstrem tak cukup dengan kucuran bansos, tetapi juga harus ditangani dengan pendekatan lingkungan.Pemerintah harus melihat betul kondisi masyarakat tersebut.

TIM RISET CNBC INDONESIA

Artikel Selanjutnya

Orang Miskin RI Capai 26,36 Juta! Paling Banyak di Pulau Jawa


(aum/aum)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *