Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah warga di perumahan Daehyeon-dong, Daegu, Korea Selatan menggelar pesta daging babi di gang depan sebuah proyek pembangunan Masjid. Hal tersebut menyusul penolakan keras mereka terhadap rencana pembangunan tempat ibadah umat muslim di wilayah itu.
“Jika pemilik lahan ingin kami menghormati budaya mereka, budaya kami juga harus dihormati,” ujar salah satu warga yang menyebutkan dirinya Komite Anti-Masjid Daegu dikutip dari The Korea Herald, Sabtu (4/2/2023).
Persoalan ini sendiri bermula ketika pemerintah setempat menyetujui rencana pembangunan Masjid di dekat Universitas Nasional Kyungpook pada 2020 lalu. Mengingat, banyak mahasiswa asing Muslim yang tak memiliki rumah ibadah.
Meski begitu, setelah proyek tersebut mulai berjalan, muncul titik perdebatan. Kantor Distrik Buk di Daegu akhirnya mengeluarkan perintah administratif untuk menghentikan pembangunan proyek.
Tetapi perintah penghentian pembangunan tersebut dicabut setelah Mahkamah Agung memutuskan pada September 2022 dan menegaskan bahwa proyek tersebut sah. Namun, konflik terus berlanjut di mana sejumlah warga protes dengan menggunakan daging babi.
Sebelum ‘pesta babi’, Komite Anti Masjid Daegu sempat membuat heboh dengan memanggang babi di gang menuju lokasi pembangunan pada Oktober. Saat itu, seorang pemuda juga didenda 300.000 won (Rp 3,6 juta) karena memprovokasi warga untuk membuang spanduk yang mendukung pembangunan masjid.
Kantor Distrik Buk pun akhirnya turun tangan. Pihak otoritas tersebut kemudian menawarkan untuk membeli properti di dekat Masjid, dan mengusulkan dua lokasi alternatif untuk masjid tersebut.
Panitia anti-masjid berencana untuk mengumumkan posisinya pada penawaran pembelian itu. Di sisi lain, pemilik tanah tempat masjid akan dibangun telah menolak gagasan situs alternatif.
Para ahli dan kelompok masyarakat telah menyuarakan keprihatinan atas konflik yang semakin tajam seputar pembangunan masjid. “Perlu sikap mengakui perbedaan antara kedua belah pihak.
Negara juga harus memainkan peran mediasi yang lebih aktif, sehingga mencegah salah satu pihak bertindak terlalu ekstrem,” kata Profesor Chung Yong-kyo dari Universitas Yeungnam dalam sebuah wawancara dengan media lokal.
Artikel Selanjutnya
Prancis Tutup Masjid Lagi, Ada Apa Macron?
(luc/luc)