Oleh Muhammad Reyhan Andrika*
Belakangan ini muncul isu bahwa jabatan gubernur dan pemilihan gubernur akan dihapuskan atau ditiadakan. Usulan ini keluar dari perkataan seorang Wakil Ketua DPR RI yaitu bapak Muhaimin Iskandar atau yang lebih di kenal dengan Cak Imin. Usulannya ini tentu saja bertentangan dengan undang – undang yang mengatur jabatan gubernur yaitu pada :
Pasal nomor 18 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan Kota, yang tiap – tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang undang”.
Pasal nomor 18 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Pemerintah daerah provinsi,daerah kabupaten, dan Kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Cak Imin beropini “Bertahap. Pilgub dulu (dihapus). Jangka Pendeknya pilgub karena melelahkan tiga (pemilu): Pilpres,Pilgub,Pilkada kabutapen/kota. Cukup atas dan bawah, tengah enggak usah. Atas itu pilpres, bawah itu pilbub dan pilwakot. Ya kalau bisa 2024,” kata Cak Imin di sela acara Ijtima Ulama Jakarta yang diselenggarakan PKB di Hotel Novotel, Cikini, Kamis (2/2/2023). “Pada dasarnya fungsi itu terlampau tidak efektif, anggarannya besar tapi tidak langsung, tidak mempercepat” kata Cak Imin di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Senin (30/1/2023).
Penghapusan jabatan gubernur dapat memiliki dampak signifikan pada struktur pemerintahan dan pengelolaan sumber daya negara. Dalam beberapa kasus, penghapusan jabatan gubernur dapat mengarah pada pengurangan birokrasi dan penghematan anggaran, tetapi juga dapat memperkuat posisi kekuasaan eksekutif dan mengurangi tingkat akuntabilitas.
Seperti yang tertera pada pasal – pasal diatas bahwa Gubernur sangat berperan penting sebagai wakil pemerintah pusat yang mengatur pemerintah daerah yaitu kabupaten dan kota. Tugas seorang gubernur itu mencakup banyak hal yang menghubungkan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk mengarahkan pemerintah daerah dan meringankan beban pemerintah pusat.
Berdasarkan PP No. 33 tahun 2018 sebagai wakil pemerintah pusat gubernur memiliki tugas :
1. Mengkoordinasikan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan tugas pembantuan di kabupaten atau kota.
2. Melakukan monitoring, evaluasi, dan supervise terhadap penyelenggaraan pemerintah daerah kabupaten atau kota yang ada di wilayahnya
3. Memfasilitasi dan memberdayakan daerah kabupaten atau kota di wilayahnya
4. Melakukan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah kabupaten atau kota tentang rencana pembangunan jangka Panjang daerah, anggaran pendapatan dan belanja daerah, perubahan anggaran pendapatan, pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran pendapatan, tata ruang daerah, pajak daerah, serta retribusi daerah.
5. Pengawasan terhadap peraturan daerah kabupaten atau kota.
6. Mengawal netralitas ASN dan TNI/Polri dalam pemilihan kepala daerah.
7. Menjaga ketertiban dan ketentraman masyarakat.
8. Melakukan tugas sesuai ketentuan peraturan dan perundang – undangan.
Dari tugas – tugas gubernur diatas jika jabatan gubernur ditiadakan maka siapa yang mengkoordinasikan pembinaan, pengawasan, penyelenggaran tugas pembantuan di kabupaten atau kota ?
Jika dilimpahkan ke pemerintah pusat tentu saja pemerintah pusat akan menerima beban yang berat dan pekerjaan yang banyak dikarenakan fungsi dari gubernur sebagai wakil pemerintah pusat hilang.
Lagipula jika jabatan gubernur ditiadakan pemerintah pusat akan susah mengkontrol hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten atau kota. Dan juga pasti ada kesempatan oknum pemerintah kabupaten atau kota untuk melakukan pelanggaran – pelanggaran yang menindas masyarakat dikarenakan kurang ketatnya pemantauan terhadap pemerintah kabupaten atau kota yang disebabkan ketidakberadaan jabatan gubernur tadi.
Jika yang di permasalahkan ketidak efektifannya tentu saja bisa dilakukan pengaturan ulang undang undang kembali oleh pembentuk undang – undang melalui revisi UU pemerintah daerah bukannya langsung melakukan tindakan penghapusan jabatan gubernur atau pemilihan gubernur.
Pada akhirnya, keputusan tentang penghapusan jabatan gubernur harus diperlukan kajian lebih mendalam dan didasarkan pada analisis yang cermat dan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk implikasi bagi stabilitas politik dan ekonomi, dampak pada masyarakat, dan efektivitas sistem pemerintahan. Oleh karena itu, perlu ada diskusi yang terbuka dan partisipatif sebelum mengambil tindakan yang berkaitan dengan penghapusan jabatan gubernur.
***
*Penulis, Muhammad Reyhan Andrika Mahasiswa Universitas Lancang Kuning Riau berdomisili di Pekanbaru