Luncuran awan panas Gunung Merapi terlihat dari Turi, Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (11/3/2023). BPPTKG menghimbau kepada masyarakat untuk mengungsi apabila cakupan wilayah awan panas guguran lebih dari 7 kilometer dari puncak.
REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN — Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Sugeng Mujiyanto meminta seluruh pihak untuk mewaspadai jika terjadi hujan di puncak Merapi. Pasalnya, hujan dapat membawa material awan panas guguran Gunung Merapi yang terjadi Sabtu (11/3).
“Kalau ada kemungkinan terjadi hujan, mohon antisipasi juga karena nanti bisa jadi aliran lahar yang itu membawa material-material awan panas tadi yang memang belum terkompaksi, belum solid, akan dibawa oleh air dan nanti menjadi lumpur yang memang panas dan menyapu apapun,” kata Sugeng Mujiyanto dalam press conference yang digelar melalui Zoom, Sabtu (11/3).
Kewaspadaan ini diharapkan utamanya di sungai-sungai yang berhulu di Gunung Merapi, dan masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) Merapi. Sugeng menuturkan, pihaknya juga masih mencari data terkait kemungkinan terjadinya hujan di puncak Merapi.
“Perlu dicermati juga saat kala nanti (terjadi hujan). Kita lihat adanya hujan atau tidak, kita sedang mencari datanya, curah hujannya seperti apa,” ujar Sugeng.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), Agus Budi Santoso juga menyebut, hujan dapat memicu terjadinya lahar dan ketidakstabilan kubah lava. Agus pun menegaskan agar masyarakat tidak beraktivitas di sungai-sungai yang masuk dalam kawasan rawan bencana (KRB) Gunung Merapi.
“Masyarakat agar tidak beraktivitas di sungai dalam wilayah KRB ketika terjadi hujan di puncak Merapi,” kata Agus.
Seperti diketahui, rentetan awan panas guguran Merapi pada 11 Maret 2023 ini terjadi akibat longsoran kubah lava sisi barat. BPPTKG mencatat bahwa erupsi tersebut terjadi sejak pukul 12.12 WIB. “BPPTKG mencatat bahwa masih terjadi awan panas guguran hingga Sabtu sore,” ujar Agus.
sumber : Antara