Jakarta, CNBC Indonesia – Setelah kalah dalam gugatan larangan ekspor nikel mentah, Indonesia kembali berpotensi memenangkan banding hukum gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Setidaknya, ada dua hal yang bisa membawa Indonesia menang dalam gugatan banding Uni Eropa di WTO itu, apa saja?
Ketua Bidang Kajian Strategis Pertambangan Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (PERHAPI) Muhammad Toha menyampaikan, ada dua ‘senjata’ yang bisa digunakan Indonesia dalam banding gugatan oleh Uni Eropa di WTO.
Pertama, Indonesia memang melarang komoditas nikel untuk diekspor karena ingin mengamankan cadangan nikel dengan jenis saprolit, yakni nikel kadar tinggi yang terhitung menipis di Indonesia.
“Yang ingin kita garis bawahi adalah satu, dari sisi cadangan. Kita memang mengalami kekurangan cadangan terutama untuk bijih saprolit. Itu yang harus kita tekankan dalam banding ini,” jelas Toha kepada CNBC Indonesia dikutip Sabtu (18/3/2023).
“Kita harus tunjukkan pada komisi banding bahwa pelarangan ini disebabkan karena kita memang kekurangan bahan baku jangka panjang,” lanjut Toha.
Toha mengatakan, ada sekitar 100 pabrik pengolah saprolit yang sedang dibangun di Indonesia, sedangkan di Indonesia terhitung cadangan nikel jenis saprolit ada sekitar 900 juta metrik ton.
Dengan demikian, Toha menilai bahwa dalam kurun waktu kurang dari sepuluh tahun maka cadangan nikel jenis saprolit di Indonesia akan habis.
“Cadangan kita hanya sekitar 900 juta metrik ton. Artinya, kalau semua pabrik akan beroperasi seluruhnya, umur cadangan saprolit kita nggak lebih dari sepuluh tahun. Itu akan pasti membahayakan keberlangsungan industri kita,” tambahnya.
Kedua, ‘senjata’ lain yang sudah dipersiapkan Indonesia dalam mengajukan banding WTO adalah dengan menjaga agar tidak terjadi pertambangan nikel secara besar-besaran. Dia menilai, bila terjadi penambangan besar-besaran maka kerusakan lingkungan kemungkinan bisa terjadi secara besar-besaran pula.
“Alasan kita adalah kita menjaga penambangan ini tidak besar-besaran terjadi sehingga menyebabkan kerusakan lingkungan besar-besaran,” imbuh Toha.
Toha menilai, melalui kedua alasan tersebut, Indonesia bisa dipastikan menang dalam banding gugatan WTO atas pelarangan ekspor nikel. Dia mengatakan, kedua alasan yang disiapkan oleh Indonesia itu bertujuan positif untuk kebaikan global.
“Kita bisa buktikan bahwa kebijakan ini sejalan dengan keinginan negara-negara maju. Bagaimana sebuah negara mempraktikkan good mining practices dan itu yang akan kita lakukan, larangan ini tujuannya itu,” pungkasnya.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyampaikan pemerintah telah resmi mengajukan banding atas putusan WTO pada 8 Desember 2022 lalu.
Diketahui, WTO menyatakan kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi nikel RI melanggar aturan perdagangan internasional. Namun, hingga kini pemerintah maupun Uni Eropa masih menunggu terbentuknya Badan Banding WTO.
“Indonesia dan Uni Eropa masih menunggu terbentuknya hakim oleh Badan Banding WTO yang saat ini belum ada karena terdapat blokade pemilihan Badan Banding oleh salah satu Anggota WTO Amerika Serikat,” ujar Zulkifli kepada CNBC Indonesia, Senin (13/2/2023).
“Indonesia meyakini kebijakan hilirisasi tidak melanggar komitmen Indonesia di WTO dan Indonesia akan tetap konsisten dengan aturan WTO,” pungkasnya.
Artikel Selanjutnya
Kalah di WTO, Indonesia Banding Gugatan Nikel
(dce)