Sat. Sep 14th, 2024

TEMPO.CO, Jakarta – Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) Lily Pujiati kembali buka suara soal potongan komisi yang diterapkan aplikator pada para pengemudi ojek online atau ojol. Lily berujar penghasilan pengemudi ojol hingga saat ini tak kunjung membaik lantaran regulasi batas maksimal biasa komisi tersebut kembali menjadi 20 persen. 

Walaupun sudah ditetapkan maksimal 20 persen, ujarnya, tetap saja aplikator melanggar ketentuan tersebut dengan melakukan potongan kepada pengemudi ojol lebih dari 20 persen. Potongan yang memberatkan pengemudi ojol tersebut di kisaran 22-40 persen dalam setiap orderan.

“Pendapatan pengemudi ojol yang pas-pasan disebabkan karena regulasi pemerintah yang tidak berpihak kepada pengemudi ojol,” tutur Lily melalui keterangannya kepada Tempo, Sabtu, 1 April 2023. 

Seperti diketahui, Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 667 Tahun 2022 telah menurunkan potongan komisi atau biaya sewa penggunaan aplikasi menjadi 15 persen dari sebelumnya 20%. Namun, Lily berujar aturan tersebut dirubah kembali melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 1001 Tahun 2022 hanya dalam waktu 2 bulan kemudian.

Menurutnya, regulasi tersebut membuat kesejahteraan pengemudi ojol tidak kunjung berubah menjadi lebih baik.  Adapun, ia menilai perubahan aturan itu mengikuti kemauan aplikator ketimbang mensejahterakan pengemudi ojol.

Lily menilai praktik yang merugikan pengemudi ojol ini terjadi karena status mitra yang melekat pada pengemudi ojol. Sementara itu, aplikator terus berusaha meraih profit yang sebesar-besarnya dengan tidak mempekerjakan pengemudi ojol dengan status pekerja. 

Ia mengungkapkan kondisi ini menyebabkan pengemudi ojol mengalami ketidakpastian pendapatan. Pasalnya, para pengemudi tidak memiliki jaminan pendapatan bulanan seperti upah minimum yang layak. Karena itu juga, tuturnya, pengemudi ojol dipaksa untuk bekerja lebih dari 8 jam kerja, bahkan hingga 17 jam. 

Terlebih bagi pengemudi ojol perempuan, Lily mengungkapkan kondisi eksploitatif ini semakin buruk karena tidak adanya cuti haid, melahirkan, dan menyusui. “Praktis pengemudi ojol perempuan kehilangan pendapatan karena dihitung tidak bekerja atau off bid,” ucapnya. 

Dengan demikian, Lily pun menilai aplikator tidak memenuhi hak-hak pengemudi ojol sebagai pekerja. Hak-hak tersebut tertuang dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Hak untuk mendirikan serikat pekerja pun, menurutnya, otomatis hilang. Padahal, hak berserikat dinilai penting agar bila terjadi perselisihan dapat diselesaikan melalui perundingan. “Sehingga aplikator tidak semena-mena melakukan putus mitra (PHK) terhadap pengemudi ojol,” ucap Lily. 

Pilihan EditorDriver Ojol Wanita Tewas akibat Kecelakaan, Disenggol Motor Sport

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *