Sat. Dec 7th, 2024

Jakarta, CNBC Indonesia – Penduduk asing di Singapura terus merasakan harga sewa rumah yang terus melambung dan tidak menunjukkan tanda-tanda akan segera kembali harga pra-pandemi.

Baik menyewa kamar, apartemen, atau rumah, ekspatriat lama yang tinggal di Singapura merogoh kocek dalam-dalam dan membuat perubahan drastis untuk mengatasi kenaikan harga sewa.

Menurut data dari indeks sewa Otoritas Pembangunan Kembali Kota Singapura, harga semua properti hunian pribadi melonjak 29,7% year-on-year (YoY) pada tahun 2022 – tertinggi sejak 2007.

Beberapa orang asing yang tinggal di Singapura mengatakan tuan tanah mereka memanfaatkan pasar properti yang terlalu panas untuk mendongkrak harga, dengan beberapa menggandakan harga sewa.

Meskipun laju kenaikan sewa tampaknya mulai melambat, tuan tanah masih dapat mengharapkan pertumbuhan harga dua digit.

“Jika harga sewa terus tumbuh dengan mantap, lebih banyak orang akan menelan pil pahit dan membeli properti sebelum membayar harga sewa yang lebih tinggi,” kata Kepala Penelitian Asia-Pasifik di Knight Frank, Christine Li, dikutip dari CNBC Internasional, Sabtu (15/4/2023).

Bahkan jika sewa terkoreksi, itu bisa ringan dan tidak mungkin untuk menelusuri kembali secara signifikan kenaikan yang telah terjadi sejak 2021.

Tetapi beberapa pakar industri mengatakan harga mungkin akan turun di akhir tahun ini.

“Bantuan diharapkan datang hanya dari paruh kedua tahun 2023 ketika ekonomi yang melambat dan kejatuhan di sektor teknologi mulai bekerja melalui sisi permintaan pasar persewaan,” kata Alan Cheong, direktur eksekutif penelitian dan konsultasi di Savill Singapura.

“Namun, bahkan jika sewa terkoreksi, itu bisa ringan dan tidak mungkin untuk kembali secara signifikan kenaikan yang telah terjadi sejak 2021,” katanya kepada CNBC

Beberapa ekspatriat di Singapura mengatakan tuan tanah menuntut lebih dari harga pasar, dan banyak yang mencoba mencari cara baru untuk menghindari kenaikan harga sewa.

Francesca, seorang ekspatriat Indonesia yang tinggal di Singapura bersama keluarganya, masa sewanya berakhir bulan ini. Di awal tahun, pemiliknya meminta dua kali lipat untuk memperpanjang kontrak sewanya.

Wanita berusia 34 tahun itu mengatakan pemiliknya awalnya meminta kenaikan sewa 60%, tetapi kemudian menaikkannya menjadi 100%.

“Setiap kali kami bernegosiasi, dia menaikkan harga … Kami benar-benar kesal karena itu tidak adil,” kata Francesca.

Ia kemudian ,menambahkan ada apartemen baru dengan fasilitas yang lebih baik di jalan yang harganya lebih murah dari yang diminta pemiliknya.

Analisis Ahli

Para ahli membuat daftar beberapa elemen yang berkontribusi pada meroketnya harga sewa, termasuk efek pandemi yang berkepanjangan.

“Pertemuan berbagai faktor mulai dari Gen Y dan Z yang ingin melepaskan diri dari orang tua mereka untuk bekerja dalam privasi dari rumah mereka sendiri, hingga masuknya profesional asing, yang telah mendorong permintaan,” kata Cheong dari Savills.

Reputasi Singapura sebagai “tempat berlindung yang aman” selama pandemi melonjak ketika orang asing pindah ke negara kota itu untuk menghindari kebijakan tegas di China dan Hong Kong, kata Li dari Knight Frank.

Selain kenaikan permintaan, kekurangan tenaga kerja di industri konstruksi selama pandemi juga berkontribusi pada penundaan, memperburuk masalah persediaan di pasar perumahan.

“Di sisi penawaran, pandemi yang menyebabkan penundaan penyelesaian baru telah mengakibatkan stok unit rumah sewa yang terbatas,” catat Cheong.



[Gambas:Video CNBC]

Artikel Selanjutnya

Covid Minggir, Wabah Baru Kini Guncang Singapura


(fsd/fsd)

By admin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *