TEMPO.CO, Jakarta – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 masih stabil di kisaran 5 persen. Sejumlah lembaga internasional turut memproyeksikan pertumbuhan ekonomi nasional di kisaran angka tersebut.
“Kita memperkirakan, sampai akhir tahun 2023 masih di sekitar 5 persen dan tahun 2024 menurut APBN kita di 5,2 persen,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat pada Selasa, 2 Januari 2024.
Dalam paparannya, Sri Mulyani juga menjelaskan proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh sejumlah lembaga. Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai 5 persen pada 2023 dan 2024.
Bank Dunia alias World Bank memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen pada 2023. Bank Dunia juga merevisi pertumbuhan ekonomi RI pada 2024 menjadi 4,9 persen.
Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,9 persen pada 2023, serta mencapai 5,2 persen pada 2024.
Adapun prediksi Bloomberg Consensus mirip dengan IMF. Bloomberg Consensus memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5 persen pada 2023 maupun 2024.
“Mari kita lihat asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi landasan untuk APBN 2023,” ujar Bendahara Umum Negara (BUN) ini.
Pertumbuhan ekonomi dalam asumsi APBN 2023 adalah 5,3 persen dari 1 Januari 2023 hingga 28 Desember 2023 (year to date/ytd). Adapun realisasi sementara diperkirakan sekitar 5,05 persen ytd.
Inflasi sepanjang 2023 mencapai 2,62 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year/yoy). Menurut Sri Mulyani, ini lebih rendah dari asumsi APBN 2023 yang sebesar 3,6 persen yoy.
“Nilai tukar kita di Rp 15.255 (per dolar Amerika Serikat), ini juga menunjukkan lebih lemah dibandingkan asumsi yang Rp 14.800,” tutur Sri Mulyani.
Sedangkan suku bunga surat berharga negara atau SBN 10 Tahun pada 2023 berasa di 6,68 persen ytd. Realisasi sementara ini juga lebih rendah dari asumsi makro APBN 2023 yang sebesar 7,9 persen ytd.
“Kelihatan capital outflow (aliran modal asing keluar) di SBN kita sangat dalam, jadi kita memperkirakan SBN kita akan mengalami tekanan. Tapi ternyata kita bisa mengelola jauh lebih baik 6,68 persen year to date atau sekitar hampir 100 basis poin lebih rendah dari asumsi APBN,” kata Sri Mulyani.
Sementara itu, harga minyak mentah Indonesia pada 2023 mencapai US$ 78,43 per barel. Angka ini tercatat lebih rendah dari asumsi yang sebesar US$ 90 per barel.
“Karena meskipun OPEC sudah memutus atau mengurangi production (produksi)-nya, namun karena lingkungan dunia melemah dan mulai muncul banyak alternatif renewable, maka harga minyak juga mengalami tekanan yang tidak mudah,” ungkap Sri Mulyani.
Adapun lifting minyak dan gas sepanjang 2023 juga berada di bawah asumsi makro APBN 2023 maupun realisasi APBN 2022. Dia menuturkan, lifting minyak kita 607,5 ribu barel per hari atau lebih rendah dari asumsi 660 ribu barel per hari.
Sementara lifting gas sepanjang 2023 diperkirakan mencapai 964 ribu barel setara minyak per hari. Ini lebih rendah dari asumsi makro yang sebesar 1,1 juta barel setara minyak per hari.
“Itu kondisi lingkungan ekonomi yang kita lihat, kita hadapi, sekaligus kita kelola dan hasilnya relatif jauh lebih baik dari yang kita perkirakan. Artinya, APBN mampu bertahan dalam tekanan dan mampu membantu ekonomi menjadi lebih baik,” ujar Sri Mulyani.
Pilihan Editor: 15 Investor Lokal Akan Groundbreaking Proyek di IKN pada Januari dan Februari 2024, Siapa Saja Mereka?