TEMPO.CO, Jakarta – Ekonom, yang juga Direktur Center of Economi and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira, mengatakan bahwa lembaganya memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia 4,9-5 persen pada 2024. Proyeksi pertumbuhan ekonomi itu lebih rendah dari target pemerintah yang sebesar 5,2 persen.
Namun, Bhima meminta pemerintah fokus pada memastikan kebijakan pajak dan penarikan utang yang tidak mengganggu likuiditas masyarakat maupun perbankan. “Jadi, kebijakan fiskalnya harus tepat,” ujar Bhima saat dihubungi pada Rabu, 10 Januari 2024.
Menurut dia, kebijakan fiskal jangan sampai mengganggu konsumen kelas menengah. Selain itu besarnya ketergantungan impor, terutama beras yang rencananya akan impor 3 juta ton, bisa melemahkan sektor yang kontribusinya besar, seperti sektor pertanian.
“Jadi volume dan momentum impornya harus diatur, terutama jangan berdekatan dengan panen raya tahun ini,” ucap Bhima.
Selain itu, Bhima menambahkan, sumber pertumbuhan ekonomi yang prospektif, seperti peluang transisi energi yang menciptakan industri energi terbarukan juga perlu difokuskan, seperti menghadikan pelatihan pekerja transisi, hingga energi berbasis komunitas. “Bisa mendorong ekonomi terjaga,” tutur Bhima.
Sementara Institute for Development of Economics and Finance atau Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2024 lebih rendah lagi sebesar 4,8 persen.
Wakil Direktur Indef Eko Listiyanto mengatakan Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia berdasarkan sejumlah indikator, seperti tantangan dari perekonomian global.
Selanjutnya: “Catatan lainnya adalah kemewahan windfall peningkatan….”