Perpres No 79 Tahun 2023 dinilai akan menjadi daya tarik investasi di sektor kendaraan listrik atau electric vehicle (EV). (ilustrasi)
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kebijakan pemerintah untuk memberikan insentif tambahan berupa pembebasan bea masuk impor dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) untuk impor kendaraan listrik yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 79 Tahun 2023 dinilai akan menjadi daya tarik investasi di sektor kendaraan listrik atau electric vehicle (EV).
Tony Blair Institute (TBI) Indonesia Country Director Shuhaela Haqim mengatakan keterbatasan pilihan produk kendaraan listrik (EV) yang terjangkau di Indonesia merupakan salah satu faktor yang menghambat tingkat adopsi EV. “Kita perlu mendorong upaya untuk menghadirkan pilihan EV bagi masyarakat dan membangun basis konsumen EV tanah air. Oleh karena itu, kami melihat insentif bea masuk 0 persen dan PPnBM 0 persen bagi impor CBU EV yang baru digulirkan pemerintah merupakan skema investasi yang menarik bagi para produsen,” katanya di Jakarta, Kamis (11/1/2024).
Menurut Shuhaela, insentif ini memberikan kesempatan kepada produsen EV untuk dapat membangun fasilitas manufaktur di Indonesia sambil menguji coba produk EV mereka dan membangun pangsa pasar EV di tanah air. Ia menyebut penerapan skema insentif serupa telah dilakukan Thailand pada tahun 2022 dan terbukti menjadi “umpan” yang efektif untuk meningkatkan penjualan kendaraan listrik dan menarik investasi produsen mobil listrik global.
“Paket insentif yang Thailand berikan telah mendongkrak penjualan mobil listrik dari total penjualan mobil mereka dari sekitar tiga persen di tahun 2022 menjadi sembilan persen di tahun 2023. Sebuah lonjakan yang luar biasa dan harapannya hal ini juga dapat terwujud di Indonesia,” kata Shuhaela.
Diketahui, pemerintah memberikan paket insentif tambahan yang tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No 79 Tahun 2023 tentang Perubahan Perpres No 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor listrik Berbasis Baterai (KBLBB) diharapkan dapat mendongkrak kapasitas produksi kendaraan listrik (EV) Indonesia.
Perpres tersebut mengatur pemberian insentif dalam bentuk bea masuk 0 persen impor, PPnBM 0 persen dan pembebasan atau pengurangan pajak daerah untuk KBLBB, yang semuanya berlaku bagi impor KBLBB dalam keadaan utuh (Completely Built-Up/CBU) dan Completely Knock Down (CKD) dengan TKDN kurang dari 40 persen.
Lewat beleid tersebut, nantinya produsen EV dapat menikmati paket insentif impor hingga akhir 2025. Selanjutnya, produsen wajib memenuhi ketentuan produksi EV di dalam negeri atau “utang produksi” hingga akhir 2027, sesuai dengan ketentuan TKDN yang berlaku.
Paket insentif tambahan diharapkan akan mendukung percepatan adopsi EV dengan menghadirkan lebih banyak pilihan variasi produk EV dengan harga yang lebih terjangkau bagi masyarakat Indonesia.
Adapun sebelumnya, pemerintah telah meluncurkan insentif fiskal dan non-fiskal bagi konsumen dan produsen. Salah satu bentuk insentif adalah potongan harga sebesar Rp 7 juta bagi seluruh masyarakat Indonesia yang ingin membeli sepeda motor listrik baru yang memenuhi 40 persen kebutuhan komponen lokal.
Implementasi aturan mengenai insentif tersebut telah tertuang dalam salah satu turunan Perpres 79/2023 yakni Peraturan Menteri Investasi/Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2023 yang akan berlaku per 19 Januari 2024.