REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Upaya Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir dalam memberantas korupsi terus terlihat sejak dirinya dilantik sebagai menteri. Setelah tancap gas mengusut kasus di PT Asuransi Jiwasraya (Persero), dia kemudian membidik dugaan kasus korupsi perusahaan asuransi pelat merah lain, yakni PT ASABRI.
Erick melaporkan dugaan korupsi berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Kejagung akhir 2020. Saat itu, mantan Presiden Inter Milan tersebut mengatakan upaya perbaikan kinerja Asabri merupakan bagian dari peta jalan kementerian dalam merapikan dana-dana pensiun di BUMN yang kerap terus terjadi kasus.
“Tentu hari ini kita fokus Asabri dulu karena saya rasa alhamdulillah Jiwasraya sudah putus dan kita lihat juga Asabri ada keterkaitan makanya kita juga koordinasi kepada kejaksaaan,” ujar Erick saat itu.
Berdasarkan hasil audit BPK, diperkirakan nilai kerugian negara dalam kasus korupsi pada PT ASABRI mencapai Rp 22 triliun atau lebih besar dari kerugian negara dalam kasus korupsi Jiwasraya, yakni Rp 16,8 triliun. Kementerian BUMN, lanjut Erick, fokus pada langkah korporasi untuk ASABRI maupun Jiwasraya. Sementara mengenai persoalan hukum, Erick menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum.
Erick juga mencopot Sonny Widjaja dari Direktur Utama ASABRI pada Agustus tahun lalu. Sonny sendiri dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan serta diyakini melakukan korupsi bersama enam terdakwa lainnya hingga merugikan negara sebesar Rp 22,7 triliun.
Erick mengaku tidak gentar dalam membongkar kasus di BUMN, termasuk saat membongkar dugan suap di ASABRI. “Ancaman yang datang bertubi-tubi, berasal dari berbagai macam sumber, bentuknya pun bermacam-macam. Ini sudah jadi makanan sehari-hari,” ucap Erick.
Erick telah berkomitmen untuk membereskan persoalan yang mendera Jiwasraya dan ASABRI. Erick bertekad menjalankan amanah sebagai Menteri BUMN dengan membenahi semua perusahaan milik negara, termasuk dua perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
“Saya serahkan kepada Allah SWT, Yang Maha Esa. Tindakannya ini didasari dengan niat lillahi ta’ala. Amanah ini harus dilaksanakan dengan baik,” ucap Erick.
Dalam kasus Asabri, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman mati pada terdakwa Heru Hidayat. Bos PT Trada Alam Minera (TRAM) itu, dituntut maksimal karena dinilai terbukti melakukan korupsi dan pencucian uang (TPPU) dalam pengelolaan dana investasi saham dan reksa dana milik PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI).